[Cerpen] Petai

820 viewsCerpen
0

PETAI

Oleh : Sri Suwarni Y

(Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Bulan Bahasa dan Sastra 2021)

”Dik, jangan lupa dikasih petai,” pinta Rusdi.
Noni hanya bisa mengangguk pasrah sembari mengambil petai dari tempatnya.
Petai merupakan favorit Rusdi. Makanan apapun jika diberi petai menjadi favoritnya. Berbeda dengan suaminya, Noni bukanlah orang pecinta petai. Jangankan menjadi pecinta petai, Noni justru sangat-sangat tidak menyukai buah yang satu itu. Baginya petai merupakan hal yang makruh untuk dimakan karena baunya yang tidak sedap.

Saat suaminya meminta untuk menambahkan petai pada sayur yang ia masak, maka Noni tidak bisa memakannya. Barang sesuap pun. Noni lebih memilih untuk membuat lauk lain untuk dirinya makan. Hal ini lah yang membuatnya merasa repot dan boros karena harus memasak dua kali. Terlebih bau yang ditimbulkan saat buang hajat dan aromanya bersarang di kamar mandi membuatnya semakin tidak menyukainya.
Sesekali Noni memberanikan diri untuk menolak permintaan suaminya agar tidak memakan berbagai olahan petai lagi. Baik petai goreng, lalap ataupun digunakan sebagai campuran sayur. Malangnya Rusdi tidak bisa mengabulkan permintaan Noni.

“Kamu tahukan Dik, dengan makan olahan petai bisa mengobati kerinduanku pada masakan Ibu.” terang laki-laki bertubuh jangkung itu.
Ya. Kebiasaan makan petai Rusdi, ia peroleh dari ibunya. Ibu kandungnya yang sudah setahun terakhir meninggalkan mereka selamanya.
“Tapi Mas.. tidak baik jika mengonsumsi petai terus-terusan dalam jangka waktu yang lama,” timpal Noni.
”Kata siapa? Buktinya sekarang aku baik-baik saja,” sanggah Rusdi sambil bergegas pergi meninggalkan Noni yang sedang memasak di dapur.

Suasana di meja makan malam itu terasa lebih dingin dibandingkan dengan hawa yang ada di luar sana. Tidak ada suara orang bercengkerama layaknya keluarga harmonis yang ada di film-film romantis. Hanya ada suara denting sendok dan piring yang beradu melahap habis makanannya. Tidak ada yang ingin mengalah untuk menyudahi konflik sepele ini.
Keesokan harinya Noni memasak sayur kangkung kesukaan Rusdi. Tetapi hari itu tidak ada bulir petai utuh di dalamnya. Bukan karena stok petai habis, melainkan itu adalah bentuk protes kepada suaminya. Rusdi menyantap hidangan sarapan pagi itu dengan senyap tanpa suara. Bahkan dia tidak memprotes masakan Noni seperti biasanya jika tidak ada petai. Mungkin Rusdi sudah lelah dengan konflik petai beberapa waktu terakhir.

Sehari, dua hari, tiga hari Noni tetap saja tidak memasukkan petai ke dalam masakannya. Rasa-rasanya Noni ingin segera memenangkan permainan ini. Permainan keegoisan. Bilah-bilah petai yang masih ada di dapur pun berubah menjadi kehitaman. Rusdi mencoba untuk terus bersabar dengan kelakuan wanita yang dia cintai itu. Namun sayangnya, dia sudah rindu merasakan sensasi makan petai di setiap gigitannya. Saat menikmati petai, Rusdi merasa almarhumah ibunya ada di sisinya. Melihatnya lahap menghabiskan makanannya.
Pagi itu, Rusdi menggoreng petai untuk menemaninya santap pagi sambil berkata, “Kalau kamu tidak bisa memasak petai untukku, aku bisa memasaknya sendiri.”
Jleb!

Ada sesuatu yang menusuk hatinya, namun tidak ada satu matapun yang dapat melihatnya. Rusdi menyelesaikan sarapannya dan segera beranjak meninggalkan meja makan untuk bersiap berangkat kerja.
“Harusnya kamu paham bahwa saat seorang istri membuatkan sesuatu yang tidak dia suka dan untuk suaminya, kamu bisa masuk surga dari pintu mana saja. Petai yang bau mungkin sewangi kasturi surga,” jelas Rusdi.
Noni hanya dapat menatap punggung suaminya yang berjalan menjauhinya. Lama-kelamaan punggung suaminya menjadi kabur lantaran kelopak mata Noni dipenuhi dengan kucuran air mata.

Bantul, 8 Rabiul Awal 1443 H
Sri Suwarni Y

IT Yayasan Zam-zam Wan Nakhla Changed status to publish Januari 30, 2022

PENDAFTARAN SANTRI BARU
Kuttab Daarussalaam
SUDAH DIBUKA

PENDAFTARAN SANTRI BARU
Kuttab Daarussalaam
SUDAH DIBUKA

Mari bergabung bersama 100 santri yang sedang belajar dan berkembang di Kuttab Daarussalaam